JAKARTA, KOMPAS.com - Berbeda dengan beberapa waktu silam, tren perkembangan properti saat ini dinilai justru membingungkan bagi sebagian pelaku industri properti. President Director Astra Land Indonesia Wibowo Muljono mengatakan, bila beberapa waktu lalu ketika bicara properti, pasti bicara luas lahan dan bangunan. Namun kini hal tersebut tidak terjadi. "Tren sekarang itu produk. Jadi orang sudah tidak lagi ngomong (berapa) meter persegi, tapi mereka ngomong produk," kata Wibowo saat diskusi bertajuk The Next 30 Years of Urban and Real Estate Development in Indonesia di Universitas Tarumanegara, Jumat (2/11/2018). Perubahan itu, diakuinya, sempat membuat khawatir. Saat ini bukan lagi pengembang yang mengendalikan kebutuhan pasar. Namun sebaliknya, pasar-lah yang menentukan pengembang harus membuat produk apa.
Beberapa waktu lalu, lanjut Wibowo, pernah menyambangi salah satu proyek apartemen yang dibesut Agung Sedayu Group, yang berada di kawasan Pantai Indah Kapuk 2. Saat itu, ia heran, lantaran melihat apartemen yang ringkas dan cenderung efisien. "(Dalam pikiran saya) ini orang nanti makannya di mana, kerjanya di mana. Waktu saya dikasih tahu, makannya gimana, kerjanya di mana, (karena) generasi sekarang sudah tidak berpikir bahwa harus kerja di apartemennya," ungkap Wibowo. Saat itu, ia melihat, di bagian bawah proyek apartemen tersebut terdapat co-working space. Di tempat itulah para anak muda atau generasi milenial menghabiskan waktu untuk bekerja dan menikmati makanan bersama teman-temannya. "Jadi, dulunya kita yang nge-drive, sekarang kita yang di drive," kata Wibowo. Kebingungan senada juga disampaikan Direktur PT Central Cipta Murdaya, Karuna Murdaya. Menurut dia, tren perubahan properti saat ini berjalan sangat cepat. "Saya juga bingung. Sama-sama bingung," cetus Karuna. Ia mencontohkan, zaman dahulu mal adalah pusat perbelanjaan yang sekaligus menjadi pusat pertemuan orang. Karena itu, banyak pengembang yang akhirnya membangun mal berskala besar, lengkap dengan area parkir yang luas.
Kini, mal relatif sepi. Bahkan, di beberapa lokasi, ada peritel besar yang justru menutup bisnis mereka, untuk kemudian mengganti pola usaha dengan cara daring. "Kira-kira 50 persen dari shopping mall, sekarang kosong. Ini bagaimana? Gantinya apa?" kata dia. Demikian pula lahan parkir. Meski dari sisi pengunjung masih cukup banyak, namun tak jarang area parkir justru terlihat sepi. Hal itu disebabkan karena masyarakat cenderung ingin menggunakan transportasi umum, seperti taksi atau ojek daring dari pada kendaraan pribadi. "Lama-lama (akan muncul pertanyaan) kita butuh parkir enggak?" tutup Karuna.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ditanya Soal Tren, Pengembang Mengaku Bingung", https://properti.kompas.com/read/2018/11/02/225412821/ditanya-soal-tren-pengembang-mengaku-bingung.
Penulis : Dani Prabowo
Editor : Hilda B Alexander