Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah menggenjot kenaikan pembangunan perumahan sebanyak 19,71% dari Juli 2018 lalu sampai Agustus 2018.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi Abdul Hamid mengatakan per 20 Agustus 2018 program satu juta rumah sudah mencapai 582.638 unit. Dia optimistis Program Satu Juta Rumah tercapai karena masih punya waktu sekitar 4,5 bulan.
"Di akhir tahun mencapai satu juta rumah dengan proporsi 60-70% rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)
Bisnis.com mencatat, per 23 Juli 2018 total pembangunan perumahan mencapai 486.668 unit, hingga 20 Agustus 2018 naik 19,71% menjadi 582.638 unit. Khalawi menyebut bahwa Kementeruan PUPR menargetkan pencapaian Program Satu Juta Rumah 2018 lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Pada 2015, capaian program satu juta rumah sebanyak 669.770 unit, pada 2016 sebanyak 805.169 unit, dan 2017 sebanyak 904.758 unit.
Dalam momentum Hari Perumahan Nasional (Hapernas) 25 Agustus 2018 lalu bersama Dirjen Pembiayaan Perumahan PUPR, Lana Winayanti keduanya menegaskan kesadaran seluruh pemangku kepentingan bahwa rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dimana pemenuhannya menjadi tanggung jawab bersama. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan rumah rakyat, Presiden Joko Widodo telah mencanangkan Program Satu Juta Rumah pada 29 April 2015 lalu.
Program Satu Juta Rumah adalah adalah gerakan bersama oleh seluruh pemangku kepentingan bidang perumahan, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pengembang Perumahan, Perbankan, Perusahaan Swasta dan masyarakat untuk mengatasi backlog perumahan di Indonesia.
Dirjen Pembiayaan Perumahan Lana Winayanti mengatakan jumlah backlog perumahan berdasarkan konsep penghunian sebanyak 7,6 juta unit pada 2015 yang ditargetkan turun menjadi 5,4 juta unit pada 2019. Sementara backlog perumahan berdasarkan konsep kepemilikan rumah sebanyak 11,4 juta unit pada 2015 yang ditargetkan turun menjadi 6,8 juta unit pada 2019.
Guna meningkatkan jumlah pasokan rumah layak huni terutama yang terjangkau MBR, Lana menyebut ada empat tantangan yang dihadapi yakni pertama, tingkat keterjangkauan rumah MBR masih rendah, baik membeli rumah dari pengembang, membangun secara swadaya maupun meningkatkan kualitas rumah yang tidak layak huni.
Kedua, ketersediaan dana dimana skema pembiayaan perumahan bagi MBR terbatas. Ketiga soal akses MBR ke sumber pembiayaan perumahan melalui lembaga keuangan untuk mendapat kredit pemilikan rumah (KPR) masih terbatas. Keempat, sumber dana pembiayaan perumahan masih bersifat jangka pendek sehingga tidak dapat berkelanjutan untuk KPR yang bersifat jangka panjang.
“MBR sebenarnya memiliki daya beli, namun mengalami kesulitan akses, oleh karena itu Pemerintah menggulirkan sejumlah program untuk memfasilitasi pembiayaan rumah bersubsidi,” ungkap Lana.
Program pembiayaan perumahan yang sudah berjalan seperti KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga Kredit Perumahan (SSB), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).