Jakarta - Pembangunan proyek transit oriented development atau rusun nempel stasiun harus memperhatikan zonasi dan pemanfaatan tata ruang. Jangan sampai TOD malah membaut sebuah zona menjadi semrawut.
Demikian dikatakan oleh Ketua Persatuan Insyinyur Indonesia (PII) Hermanto Dardak dalam diskusi The HUD Institute, yang dikutip dalam keterangan tertulis, Kamis (29/11/2018).
"Praktek pengembangan TOD di Indonesia harus mampu menjadi salah satu solusi untuk menjamin pemanfaatan dan pengendalian ruang yang berkeadilan dan mampu mensejahterakan rakyat," tuturnya.
Oleh karena itu, Mantan Wakil Menteri Pekerjaan Umum ini mengatakan, pengembangan dan pembangunan TOD tak hanya harus dilakukan pemerintah dan badan usaha. "Pengembangan TOD tetap membutuhkan kerja sama dari pemerintah, swasta dan masyarakat, dari segi pembiayaan maupun pengelolaannya," ujarnya.
Hadi Sucahyono, Kepala BPIW Kementerian PUPR, menambahkan, pentingnya pengaturan zonasi (zoning regulation) sejak awal untuk menentukan keberhasilan pengembangan di Kawasan TOD di masa yang akan datang.
"Dalam konteks pengembangan kawasan TOD, maka zoning regulation secara khusus perlu dibahas mengenai arahan perijinan, tata aturan dan arahan insentif dan disinsentif. Dan juga terkait dengan Pengawasan dan Pengendalian Teknik (Wasdaltek) dalam Kawasan TOD itu sendiri," ujar
Hal itu juga diamini oleh Ketua THe HUD Institute, Zulfi Syarif Koto yang menyebutkan ada beberapa poin yang penting untuk dibahas dalam pengembangan TOD. Pertama, tentang Pengembangan konsep urban/town planning policy (Wilayah Pengembangan Strategis/WPS) dengan pendekatan urban redevelopment. Kedua, tentang Peruntukan dan Pemanfaatan ruang (tata ruang, tata bangunan, dan tata lingkungan). Ketiga, Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur Dasar.
Keempat adalah soal Pola dan Mekanisme Penerapan Insentif dan Disinsentif dalam pengembangan kawasan TOD. Terakhir adalah Kegiatan atau aktivitas pelayanan publik terkait dengan EKOSOB masyarakat setempat dan sekitar kawasan TOD.