Sepak Terjang PLI dan Modal Nekad Marcellus Chandra

31 Aug 2018 10:48 | Di posting oleh: adminmercy

JAKARTA, KOMPAS.com - Bukan kali ini saja pengembang K2 Park, PT Prioritas Land Indonesia (PLI) bermasalah dengan konsumen. Dalam sepak terjangnya, PLI tercatat pernah digugat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh konsumen apartemen Majestic Point Serpong yang juga merupakan proyek yang dikembangkannya.

Gugatan PKPU terdaftar pada 19 April 2018 di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara 46/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst. Gugatan ini dilayangkan lantaran PT PLI tak kunjung menyelesaikan proyek apartemen yang telah dibangun sejak Desember 2012 lalu. Meskipun topping off proyek sudah dilakukan sejak awal 2015.

Di dalam proposal perdamaian, PT PLI berjanji segera menyelesaikan pembangunan serta menyerahkan kunci unit apartemen yang sudah jadi. "Kami akan menyelesaikan pembangunan dan menyerahkan unit-unit apartemen paling lambat 12 bulan setelah homologasi. Sementara bagi unit-unit yang telah selesai akan diserahterimakan paling cepat Agustus 2018," tulis Presiden Direktur PT PLI Marcellus Luke Chandra dalam proposal perdamaian, seperti dilansir dari Kontan.co.id.

PT PLI diketahui memiliki tagihan sebesar Rp 165 miliar. Nilai tersebut berasal dari tagihan separatis (dengan jaminan) dari MNC International senilai Rp 78 miliar, dan 133 kreditur konkuren (tanpa jaminan) yang berasal dari pembeli unit apartemen senilai Rp 87 miliar. Dalam proposal perdamaian, PT PLI masih membutuhkan dana senilai Rp 31 miliar. Rinciannya, senilai Rp 19 miliar untuk menyelesaikan pembangunan apartemen ini, dan Rp 12 miliar dialokasikan sebagai pembayaran denda kepada konsumen yang telat menerima unit. Sementara kebutuhan Rp 31 miliar tersebut akan didapat PT PLI dari sisa plafon pinjaman Bank MNC Internasional.

Selain itu, PT PLI juga masih akan menerima dana senilai Rp 64,26 miliar dari konsumen. Kondisi proyek K2 Park per 21 Agustus 2018. Dengan rincian Rp 18,55 miliar dari angsuran bertahap, Rp 41,76 miliar merupakan penjualan dan pembayaran KPA, dan sebesar Rp 3,95 miliar dari dana konsumen di perbankan yang belum dicairkan ke PT PLI. Belakangan, proses PKPU tersebut berakhir damai. Dalam proses pemungutan suara di PN Jakpus, Kamis (26/7/2018) lalu. Mayoritas kreditur menyetujui proposal perdamaian yang diajukan. "Dari total 135 kreditur dalam PKPU, saat voting ada 130 kreditur yang hadir, sehingga sudah memenuhi syarat UU 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Hasilnya 123 kreditur atau 95,72% menyetujui proposal, tiga kreditur atau 1,95% setuju, dan empat kreditur 2,33% abstain," kata pengurus PKPU PT PLI, Rahasuna Andry.

Persoalan K2 Park Persoalan yang terjadi di proyek K2 Park Serpong, tak jauh beda dengan proyek Majestic Point. PT PLI tak kunjung membangun proyek tersebut, meskipun sudah dipasarkan dan meraup dana konsumen sejak 2014 senilai Rp 800 miliar. Bahkan, di dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) disebutkan serah terima kunci K2 Park dilakukan pada Desember 2018. "Angka Rp 800 miliar sesuai dalam news letter yang mereka bagikan kepada konsumen. Di antara kami yang berjumlah 143 konsumen dalam grup whats app, sebagian besar sudah membayar lunas," ujar perwakilan konsumen, Sujanlie Totong kepada Kompas.com, Jumat (24/8/2018).  

Pada pertengahan 2015, Sang Presiden Direktur Marcellus mengatakan, untuk membangun K2 Park Serpong di atas lahan seluas tiga hektar dengan luas bangunan 3.000 meter persegi, modalnya hanya nekad. Padahal PT PLI membutuhkan anggaran tak kurang dari Rp 1,5 triliun untuk konstruksi. Padahal di kawasan yang sama dengan lokasi proyek K2 Park, terdapat proyek-proyek sejenis yang dibangun pengembang raksasa dengan modal dan konstruksi finansial lebih besar.

"Kami tak mengganggap para pengembang besar itu pesaing, justru kami jadikan celah potensi bisnis. Proyek yang kami bangun kan di antara proyek besar mereka, kawasannya sudah terbangun, sementara lokasi yang kamu punya ini unik dan menjual konsep berbeda. Ternyata, proyek kami laku terjual dan hasilnya memuaskan," kata Marcell kepada Kompas.com, Sabtu (4/7/2015). Namun, hingga kini, lahan yang semestinya dibangun apartemen K2 Park masih berupa tanah kosong.  Kuitansi pembayaran apartemen K2Park tipe 34,98 meter persegi seharga Rp 461 juta.Tak pelak persoalan ini memicu kekecewaan para konsumen yang berujung tuntutan agar PT PLI mengembalikan uang yang sudah dibayarkan.

Sujanlie menuturkan, berbagai upaya telah dilakukan, termasuk melakukan pertemuan-pertemuan dengan Marcell. Namun, kata Sujanlie, pertemuan tersebut tak menghasilkan apa-apa. Alih-alih mengembalikan uang yang menjadi hak konsumen, PLI justru hanya memberi janji-janji kosong. Sujanli pun memastikan akan membawa persoalan ini ke Polda Metro Jaya bila tidak ada itikad baik dari PT PLI untuk mengembalikan uang konsumen. "Kami akan melaporkan PLI dan Marcellus ke Polda Metro Jaya pada awal September dengan tuduhan dugaan penipuan," kata dia. Dugaan penipuan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, persoalan ini dapat masuk kategori penipuan. Pertama, hingga kini belum ada wujud apartemen yang dibangun. Desain superblok K2 Park milik Prioritas Land “Secara kasatmata soal bangunan. Si pengembang bisa dianggap menipu karena sesuatu yang belum ada wujudnya, cuma jual dokumen,” kata Tulus, Minggu (26/8/2018).

Tulus mengatakan, seharusnya paling tidak ada unit atau bangunan yang dijadikan contoh dan sudah berizin resmi dari pemerintah. Kalau pun ada keterlambatan, setidaknya saat ini bangunan tinggal tahap penyelesaian lantaran serah terima kunci dijadwalkan Desember 2018. Kedua, menurut Tulus, mengenai perjanjian jual beli antara konsumen dan pengembang. Seharusnya konsumen berhati-hati dalam membeli suatu barang, dalam hal ini apartemen, jika belum dibangun. Sebab, bisa berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari, apalagi jika konsumen sudah melakukan transaksi dengan membayar tunai dalam jumlah besar. “Soal kontrak jual beli, itu kesalahan konsumen juga. Jangan beli cash kalau barang atau rumah belum ada, risiko sangat tinggi,” tuturnya. 

PT PLI sendiri menampik telah melakukan penipuan. Menurut Marcell, hingga kini PLI masih berkantor di tempat yang sama yaitu di kawasan Gading Serpong. Selain itu, ia mengklaim, PLI serius dalam menyelesaikan proyek ini. Meski beberapa waktu lalu sempat tertunda lantaran krisis keuangan. “Beberapa waktu lalu kami sudah sepakat dengan investor China. Sekarang final deal, tinggal tanda tangan jual beli saham,” ucap Marcellus. Ia mengatakan, proses kerja sama dengan investor tersebut sudah berlangsung sejak awal tahun 2018 hingga akhirnya terjadi kesepakatan investasi Rp 200 miliar. Dari kesepakatan ini akan dibangun dua menaravpertama, yaitu Tower Arkose dan Moraine.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sepak Terjang PLI dan Modal Nekad Marcellus Chandra", https://properti.kompas.com/read/2018/08/30/140000221/sepak-terjang-pli-dan-modal-nekad-marcellus-chandra
Penulis : Dani Prabowo
Editor : Hilda B Alexander